Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Namun, di balik gegap gempita kampanye dan persaingan politik, terselip tanggung jawab besar yang harus diemban oleh setiap warga negara.
Dr. Ir. Yonggris, MM, Ketua Persatuan Umat Buddha (Permabudhi) Sulawesi Selatan, seusai deklarasi Pilkada damai di Makassar, 28 Agustus 2024 memberikan pandangan, juga mengingatkan kita semua tentang makna mendalam dari hak pilih yang kita miliki.
Menurut Yonggris, hak pilih bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah tanggung jawab moral. Setiap orang yang mempergunakan haknya dengan baik adalah mereka yang benar-benar memahami pentingnya peran mereka dalam menentukan masa depan bangsa.
Tiga Poin Refleksi Menjelang Pilkada
Pertama, Pilkada menurutnya adalah ajang untuk menunjukkan dedikasi kita kepada negara, bukan sekadar mengikuti arus atau tergoda oleh iming-iming materi.
Ia menekankan bahwa setiap pemilih memiliki alasan masing-masing dalam menentukan pilihan. Ada yang tergoda oleh materi, namun ada pula yang memilih dengan niat tulus demi kebaikan bangsa dan negara. Kedua motivasi ini menggambarkan spektrum pemikiran yang ada di masyarakat, namun yang paling penting adalah kesadaran bahwa pilihan kita memiliki konsekuensi besar bagi masa depan bersama.
Kemudian yang kedua, Yonggris menekankan bahwa Pilkada adalah kewajiban kita untuk memperbaiki kondisi bangsa. Setiap suara yang kita berikan adalah kontribusi nyata dalam membentuk masa depan yang lebih baik. Apapun hasilnya nanti, yang terpenting adalah bahwa kita telah berusaha memilih yang terbaik sesuai dengan nurani kita.

“Apa yang terbaik itulah yang harus kita pilih, terlepas pilihan kita benar atau tidak, tetapi yang paling penting kita sudah memberikan yang terbaik untuk pilihan kita,” Ungkapnya.
Lebih jauh, yang ketiga, Yonggris menilai di tengah panasnya persaingan politik, ada hal lain yang tak kalah penting untuk dijaga: hubungan sosial. Yonggris dengan tegas mengingatkan agar Pilkada tidak menjadi ajang yang merusak ikatan keluarga dan persahabatan. Demokrasi seharusnya menjadi alat pemersatu, bukan pemecah belah.
Dalam suasana yang sering kali tegang, penting untuk diingat bahwa Pilkada hanyalah sebuah episode sementara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Persaudaraan, sebaliknya, adalah hal yang abadi. Kita mungkin berbeda dalam pilihan politik, tetapi persaudaraan dan rasa saling menghormati harus tetap diutamakan.
Mengutip kutipan Pejabat Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrulloh “Berpolitik secukupnya, bersaudara selamanya.”
Yonggris mengajak kita semua untuk menjadikan Pilkada sebagai ajang politik yang secukupnya, dengan tetap menjaga kebersamaan dan keharmonisan. Karena pada akhirnya, Pilkada akan berlalu, tetapi hubungan antarmanusia akan terus berjalan.
Pesan Ketua Permabudhi Sulsel ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua di tengah hiruk-pikuk politik. Bahwa lebih dari sekadar memilih pemimpin, kita juga sedang memilih untuk menjaga keutuhan sosial kita sebagai bangsa. Semoga siapapun yang terpilih nanti, adalah pilihan yang terbaik untuk masa depan bangsa dan negara.