Menu

Mode Gelap
Mukernas IV Permabudhi, Gubernur Sulsel Serukan Pengabdian Tanpa Batas Dari Makassar, Ditjen Bimas Buddha Serukan Sinergi Umat untuk Bangsa di Mukernas IV Permabudhi Mukernas IV Sukses di Gelar, Permabudhi Sulsel : Makassar Saksi Peluncuran Gerakan Eco Dhamma Umat Buddha Indonesia Menapaki Cahaya Baru di Vihara Lahuta Maitreya: Ucapan Selamat atas Peresmian Purna Pugar dari Gemabudhi Sulsel Memperingati Hari Kenaikan Isa Al-Masih: Sebuah Salam Damai dari GEMABUDHI Sulawesi Selatan Sannipata Permabudhi 2025: Kehangatan dalam Kebersamaan Umat Buddha di Sulawesi Selatan

Artikel

TAMBAH: Toleransi Aktif Menuju Buddhisme yang Harmonis

badge-check


					Photo by Arham Jain Perbesar

Photo by Arham Jain

TAMBAH, atau “Toleransi Aktif Menuju Buddhisme yang Harmonis”, adalah gagasan yang menekankan pentingnya sikap toleransi yang melampaui pemahaman pasif terhadap perbedaan. Dalam Buddhisme, toleransi aktif mengajak umat untuk secara proaktif terlibat dalam dialog dan tindakan yang mempromosikan kedamaian dan persatuan. Prinsip ini berakar pada ajaran inti Buddha tentang welas asih (karuna) dan kebijaksanaan (prajna), yang mengajarkan pentingnya melihat kehidupan dari perspektif orang lain dan menerima keberagaman sebagai bagian dari harmoni alam semesta. Di era globalisasi, di mana perbedaan budaya dan agama semakin terlihat, toleransi aktif menjadi kunci untuk mencegah konflik dan memupuk pemahaman mendalam antarumat beragama. TAMBAH juga menyiratkan tanggung jawab individu untuk terus belajar dan bertumbuh secara spiritual, sambil tetap menghormati perbedaan pandangan. Melalui sikap ini, Buddhisme dapat menjadi teladan dalam menciptakan masyarakat yang damai, inklusif, dan harmonis, di mana setiap orang merasa diterima dan dihargai tanpa syarat.

TAMBAH, atau “Toleransi Aktif Menuju Buddhisme yang Harmonis”, bukan hanya sekadar konsep teoretis, melainkan sebuah panggilan untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Buddhisme, toleransi sering kali dipahami sebagai kemampuan untuk menerima perbedaan tanpa menghakimi. Namun, toleransi pasif saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan dunia modern yang penuh dengan perbedaan keyakinan, budaya, dan cara hidup. Toleransi aktif, seperti yang diusung oleh TAMBAH, mengajak kita untuk melangkah lebih jauh—tidak hanya menerima, tetapi juga merangkul perbedaan dengan kesadaran bahwa keragaman adalah kekuatan, bukan ancaman.

Pada intinya, TAMBAH mendorong umat Buddha untuk keluar dari zona nyaman mereka dan terlibat dalam dialog yang penuh empati dan saling menghargai. Ini berarti membuka diri terhadap pandangan lain, bahkan jika pandangan tersebut berbeda jauh dari keyakinan pribadi. Dalam proses ini, kita belajar untuk memahami bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakang agama atau budaya, memiliki tujuan yang sama: mencapai kebahagiaan dan menghindari penderitaan. Ajaran Buddha tentang interdependensi, yang menekankan bahwa segala sesuatu saling terhubung, mendukung gagasan ini. Tidak ada satu pun yang benar-benar terpisah dari yang lain, dan dalam konteks ini, harmoni hanya dapat dicapai ketika kita menghormati peran setiap individu dalam jaringan kehidupan ini.

Toleransi aktif juga berarti mengambil tindakan nyata untuk menciptakan perdamaian. Dalam masyarakat yang semakin pluralistik, umat Buddha dapat berperan sebagai jembatan antara kelompok-kelompok yang berbeda. Sebagai contoh, umat Buddha dapat terlibat dalam proyek-proyek sosial lintas agama yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan, terlepas dari keyakinan agama mereka. Sikap terbuka dan proaktif ini mencerminkan semangat karuna, atau welas asih, yang menjadi salah satu pilar utama dalam ajaran Buddha. Welas asih ini bukan hanya perasaan simpati, tetapi juga dorongan kuat untuk meringankan penderitaan orang lain melalui tindakan konkret.

Selain itu, kebijaksanaan (prajna) juga menjadi landasan penting dalam penerapan TAMBAH. Dengan kebijaksanaan, kita belajar untuk tidak hanya melihat perbedaan sebagai sesuatu yang harus diatasi, tetapi sebagai sesuatu yang memperkaya hidup kita. Dalam kebijaksanaan Buddha, segala sesuatu bersifat relatif dan saling terkait, sehingga tidak ada pandangan yang mutlak benar atau salah. Memahami ini membantu kita untuk lebih terbuka terhadap perspektif lain dan lebih mudah menemukan titik temu dalam perbedaan.

TAMBAH juga menekankan pentingnya introspeksi diri. Sebelum kita dapat benar-benar menjadi agen harmoni dalam masyarakat, kita harus terlebih dahulu mencapai harmoni dalam diri kita sendiri. Ini mencakup upaya terus-menerus untuk mengatasi prasangka, ketidaktahuan, dan ketidakpedulian yang mungkin kita miliki terhadap orang lain. Meditasi dan latihan spiritual lainnya dalam Buddhisme dapat membantu kita untuk melihat lebih dalam ke dalam diri sendiri, sehingga kita dapat membersihkan pikiran dari hal-hal yang menghalangi kita untuk benar-benar hidup dalam semangat toleransi aktif.

Dalam jangka panjang, jika prinsip TAMBAH diterapkan secara luas, umat Buddha dapat menjadi contoh bagi dunia tentang bagaimana komunitas beragam dapat hidup bersama dalam harmoni. Ini bukan berarti menghapus perbedaan, melainkan merayakan perbedaan tersebut sebagai bagian penting dari keragaman kehidupan. Dengan demikian, toleransi aktif bukan hanya jalan menuju harmoni dalam Buddhisme, tetapi juga jalan menuju perdamaian global, di mana setiap orang dihargai dan diterima apa adanya.

Melalui TAMBAH, kita diajak untuk berpartisipasi dalam upaya besar menciptakan dunia yang lebih baik, di mana setiap orang—apa pun latar belakangnya—dapat hidup bersama dalam damai dan saling menghormati. Buddhisme yang harmonis adalah Buddhisme yang tidak hanya memelihara kebijaksanaan dan welas asih dalam diri sendiri, tetapi juga membagikannya kepada dunia melalui tindakan nyata yang mengubah kehidupan orang lain.

Toleransi bukanlah sekadar kemampuan untuk menerima perbedaan dengan diam, tetapi sebuah tindakan aktif yang penuh kesadaran untuk merangkul keragaman dengan cinta kasih dan kebijaksanaan. TAMBAH mengajarkan bahwa harmoni sejati tidak tercipta dari keseragaman, tetapi dari keberanian untuk berdialog, melibatkan diri, dan melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Dalam setiap perbedaan, ada kesempatan untuk belajar; dalam setiap pandangan yang berseberangan, ada peluang untuk bertumbuh. Hanya dengan toleransi aktif, kita dapat membangun Buddhisme yang tidak hanya damai, tetapi juga kuat dalam keberagamannya, menjadi cahaya bagi dunia yang haus akan persatuan.

Baca Lainnya

Menjelajahi Hubungan Antara Agama Buddha dan Fisika Kuantum: Menyelami Pikiran, Realitas, dan Kesadaran Secara Mendalam

15 Mei 2025 - 09:23 WITA

Penanganan Hukum Perdata Bukan Sekedar Kemenangan

16 Desember 2024 - 04:29 WITA

selective focus photography of three books beside opened notebook

Jappa Jokka Cap Go Meh: Legasi Permabudhi Mempererat Keberagaman di Makassar

29 November 2024 - 06:23 WITA

Saat Ini, Selalu: Menggali Kedalaman Etaṁ Satiṁ Adhiṭṭheyya

26 November 2024 - 02:40 WITA

buddha, statue, temple

BUDI Lintas Agama: Bersama Membangun Harmoni

24 November 2024 - 08:19 WITA

rock, balance, nature
Trending di Artikel