Waisak 2569 BE/2025 di Sulawesi Selatan tidak hanya bermakna ritual keagamaan, tetapi juga menjadi momentum kolaborasi antara umat, pemerintah, dan lembaga sosial. Dalam rangkaian Bulan Bakti Permabudhi, kegiatan donor darah, pemeriksaan dan konsultasi kesehatan, serta edukasi kesehatan digelar oleh Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Sulsel.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Pembimas Buddha Kanwil Kemenag Sulsel, Sumarjo, S.Ag., M.M., sebagai bentuk dukungan dan sinergi antara negara dan umat.
Sumarjo menegaskan bahwa kegiatan kemanusiaan seperti ini bukan hanya selaras dengan nilai-nilai Buddhisme, tetapi juga menjadi bagian dari implementasi Surat Edaran Dirjen Bimas Buddha Nomor 67 Tahun 2025 tentang Vesakha Sananda. Salah satu poin penting dalam edaran tersebut adalah anjuran pelaksanaan donor darah sebagai bentuk nyata praktik cinta kasih dan welas asih.
“Kegiatan ini sangat bagus, sangat menyebarkan kemanusiaan. Setetes darah yang kita sumbangkan bisa menyelamatkan saudara-saudara kita tanpa memandang latar belakang agama, majelis, atau suku,” ujarnya.
Kolaborasi lintas lembaga menjadi kekuatan utama dalam suksesnya kegiatan ini. Permabudhi Sulsel bekerja sama dengan Vihara Sasanadipa, Primaya Hospital Hertasning, dan PMI Kota Makassar. Hasilnya, sebanyak 191 warga terlayani, dan 91 kantong darah terkumpul. Ini bukan hanya statistik, tetapi simbol solidaritas antarumat dan wujud kepedulian nyata dari komunitas Buddhis terhadap masyarakat luas.
Bimas Buddha Sulsel menilai bahwa kegiatan seperti ini seharusnya tidak berhenti pada momentum Waisak saja. “Ke depan, kegiatan seperti ini bisa dilaksanakan secara rutin, tidak hanya saat Waisak. Kita perlu menjadikan ini sebagai budaya, sebagai cara untuk menyebarkan kebaikan kepada semua makhluk,” kata Sumarjo. Ia mendorong agar kegiatan keagamaan tidak hanya berkutat pada seremoni, tetapi juga mampu menembus ruang-ruang sosial kemasyarakatan.
Bulan Bakti Permabudhi Sulsel membuktikan bahwa spiritualitas bisa berjalan seiring dengan kemanusiaan. Waisak menjadi waktu yang tepat untuk menunjukkan bahwa ajaran Buddha bukan hanya untuk direnungkan, tapi juga dijalankan melalui aksi kolaboratif dan pelayanan sosial. Kehadiran Pembimas Buddha memperkuat legitimasi dan motivasi bagi umat untuk terus menghidupkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan ini mencerminkan wajah Buddhisme Indonesia yang modern, inklusif, dan berdampak. Ketika umat, negara, dan masyarakat bersatu dalam semangat melayani, maka Dharma benar-benar menjadi cahaya, bukan hanya bagi umat Buddha, tetapi bagi seluruh semesta.