Madiva, Malino Meditation Village menjadi saksi bisu pelaksanaan Kemah Orang Muda Lintas Iman Batch 2, yang digelar pada tanggal 25-27 Oktober 2024. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Sulawesi Selatan dan Jaringan Lintas Iman (Jalin) Harmoni Sulawesi Selatan.
Menghadirkan puluhan pemuda dari berbagai organisasi lintas agama, kegiatan ini digelar sebagai upaya membangun kesadaran dan penguatan kapasitas pemuda lintas iman dalam mengemban komitmen toleransi dan persatuan.
Momentum pelaksanaan kemah ini terasa semakin istimewa, mengingat berakhirnya kegiatan sehari sebelum peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober. Tema “Sumpah Pemuda, Membangun Komitmen Toleransi” diusung untuk merefleksikan perjuangan para pemuda Indonesia dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menjadi simbol persatuan bangsa.



Enrique Justine Sun, Ketua Panitia menjelaskan bahwa terselenggaranya kemah ini merupakan hasil dari komitmen kuat Permabudhi Sulsel dan berbagai organisasi yang tergabung dalam Jalin Harmoni. “Kegiatan ini semoga mempererat hubungan antarorganisasi dalam membangun kesadaran bersama akan pentingnya toleransi dan persatuan,” ujarnya.
Pelatihan Kapasitas Pemuda Lintas Iman: Membangun Hubungan yang Erat di Tengah Keberagaman
Sebagai bagian dari penguatan kapasitas pemuda lintas iman, kemah ini menghadirkan sejumlah narasumber yang berpengalaman dalam isu-isu keberagaman.
Salah satunya adalah M. Fadlan M. Nasurung, Direktur Nalarasa yang membawakan materi tentang kearifan lokal dan nilai-nilai universal. Ia menyampaikan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi jembatan untuk memelihara harmoni di tengah masyarakat yang majemuk.

Dr. Ir. Yonggris., MM (Ketua Permabudhi Sulsel) Muhammad Yaqub S (Mubaligh JAI Sulsel) dan Nasrum (KontraS Sulsel), mengisi sesi diskusi yang menyoroti kondisi kebebasan beragama di Sulawesi Selatan serta tantangan toleransi masa kini. Mereka mengajak para peserta untuk merefleksikan peristiwa kelam yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan, seperti ujaran kebencian yang tumbuh sumbur, gangguan dan pembubaran rumah agama hingga kerusuhan.
Dr. Yonggris menggarisbawahi pentingnya membangun kapasitas pemuda lintas iman melalui tiga aspek: trust, relationship, dan integrity. “Medsos lebih kejam daripada Tuhan. Tuhan bisa mengampuni, tapi medsos tidak, karena jejak digital bisa menghukum kita seumur hidup,” ungkapnya, mengingatkan para peserta tentang pentingnya literasi digital dan bahaya ujaran kebencian di media sosial.
Ia juga menekankan pentingnya menjalin hubungan baik dengan siapa pun, tanpa dibatasi oleh perbedaan agama, budaya, atau etnis. “Kita menjadi orang yang patuh dalam beragama bukan untuk menjadi eksklusif, tapi untuk menjadi orang baik bagi siapa saja,” tegasnya.





Muhammad Yaqub menyoroti bagaimana kelompok Ahmadiyah di Indonesia sering menghadapi diskriminasi, meskipun mereka juga turut berjuang mengisi kemerdekaan bangsa. “Ketidaksiapan terhadap perbedaan dan kurangnya ruang dialog menyebabkan munculnya diskriminasi. Perjumpaan dan interaksi bisa mencairkan kebencian,” jelasnya.
Nasrum, Kontras Sulsel menambahkan bahwa narasi yang edukatif dan konsolidasi lintas agama harus menjadi upaya bersama generasi muda dalam merawat keberagaman. “Perjumpaan-perjumpaan semacam ini penting untuk menghilangkan asumsi dan prasangka yang sering kali menyebabkan konflik,” katanya.
Menjaga Alam sebagai Cerminan Toleransi: Refleksi dari Alam yang Tidak Memilih Sisi
Tak hanya sekadar pelatihan kapasitas, kemah lintas iman ini juga membawa pesan penting tentang kesadaran terhadap alam. Peserta diajak untuk merefleksikan bagaimana alam telah memberikan kehidupan tanpa memandang latar belakang seseorang, yang menjadi pelajaran berharga tentang inklusivitas dan toleransi.
“Tanaman memberi oksigen kepada kita semua tanpa memandang siapa kita—entah Buddha, Konghucu, atau lainnya. Alam tidak memilih-milih, dan kita harus belajar dari alam dalam hal ini. Jangan sampai kita hidup terlalu eksklusif, kita harus inklusif dan toleran terhadap orang lain,” kata Dr. Yonggris saat memimpin sesi penanaman pohon di area kemah.



Ainun, Devisi Acara Kemah Orang Muda Lintas Iman, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk ikhtiar kecil untuk memperkuat komitmen bersama menjaga alam. “Dengan menanam pohon, kita belajar untuk bersinergi dengan alam, sekaligus mengingatkan diri kita untuk terus peduli terhadap lingkungan.”
Peserta yang mengikuti kegiatan ini tidak hanya mendapatkan pelatihan kapasitas dan dialog lintas agama, tetapi juga diajak untuk memahami pentingnya menjaga alam sebagai bagian dari tugas kemanusiaan. Dalam suasana alam terbuka di Madiva, Malino, peserta diajak merenungkan peran alam dalam kehidupan manusia dan bagaimana manusia harus memberikan timbal balik yang baik kepada alam.
Refleksi dari alam ini semakin memperkuat pesan bahwa kehidupan yang damai dan harmonis hanya bisa tercapai jika manusia saling menghormati dan merawat satu sama lain, seperti halnya alam yang tidak pernah memilih-milih siapa yang akan diberi manfaat. Penanaman pohon di akhir kegiatan menjadi simbol komitmen nyata peserta untuk menjaga alam dan menjalin hubungan baik dengan sesama tanpa melihat perbedaan.
Daftar Organisasi Peserta:
- Permabudhi Sulsel
- Persadabhumi Makassar
- STFT INTIM Makassar
- PMII Metro Makassar
- IMM Makassar
- Fatayat NU Makassar
- JIMM Makassar
- LAPAR Sulsel
- WALHI Sulsel
- Pemuda Katolik Komcab Makassar
- MIPG
- GP Ansor Makassar
- Ahmadiyah Makassar
- PHDI Sulsel
- IJABI
- Oase Intim
- PMII Cabang Gowa
- Komunitas Baha’i
- Gusdurian Makassar
- YLBHI-LBH Makassar
- GEMAKU