Perkara perdata, atau yang sering dikenal sebagai private law, selalu berhubungan dengan perjanjian antara dua pihak atau lebih terkait hak dan kewajiban. Dalam hubungan hukum semacam ini, hak dan kewajiban yang dipertaruhkan biasanya berkaitan erat dengan aspek keuangan dan keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, perkara perdata sering kali tidak hanya menyangkut soal hukum, tetapi juga pertimbangan ekonomi yang mendalam dan strategis.
Dalam praktiknya, pelaksanaan sebuah perkara perdata memerlukan biaya yang tidak sedikit. Misalnya, ketika seseorang berusaha mengejar haknya atas kasus wanprestasi (ingkar janji) dengan nilai tuntutan sebesar satu miliar rupiah, biaya perkara yang meliputi jasa honorarium pengacara serta proses pengadilan yang panjang bisa mencapai lebih dari 30% dari nilai yang dipertaruhkan. Jika dihitung secara keseluruhan, pengeluaran ini mencakup biaya administrasi pengadilan, kunjungan ke lokasi sidang, hingga waktu yang hilang akibat fokus pada proses hukum. Sebagai seorang pebisnis atau pihak yang berkepentingan, perlu dipertimbangkan apakah biaya ini sepadan dengan hasil yang diharapkan, terutama mengingat waktu yang diperlukan hingga kasus tersebut memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Dari sudut pandang ekonomi, biaya yang dikeluarkan untuk honorarium dan proses perkara tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk memutar kembali modal usaha guna menutupi kerugian. Dengan kata lain, berperkara di pengadilan tidak selalu menjadi solusi terbaik, terutama jika pengeluaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara melebihi potensi keuntungan yang diperoleh. Hal ini semakin relevan dalam kasus yang melibatkan bisnis berskala kecil hingga menengah, di mana likuiditas sangat penting untuk menjaga operasional usaha. Dalam situasi semacam ini, langkah-langkah alternatif seperti mediasi atau negosiasi menjadi pilihan yang lebih efisien dan cepat.
Sebagai seorang advokat, memberikan pertimbangan ekonomi kepada klien bukanlah bagian dari tugas hukum secara formal. Namun, pemahaman dasar mengenai ekonomi dapat menjadi nilai tambah yang signifikan dalam memberikan saran strategis kepada klien. Dalam konteks ini, advokat dapat membantu klien untuk secara mendalam memahami dan menghitung “modal” yang perlu dikeluarkan, baik berupa biaya langsung seperti honorarium pengacara, biaya administrasi, maupun biaya tidak langsung seperti waktu yang tersita dan gangguan terhadap operasional bisnis.
Selain itu, advokat juga dapat memberikan wawasan tentang potensi risiko yang sering kali tidak terlihat, seperti dampak terhadap reputasi klien akibat proses hukum yang berkepanjangan. Reputasi, terutama dalam dunia bisnis, adalah aset yang berharga dan kehilangan kepercayaan publik dapat memiliki konsekuensi yang jauh lebih besar daripada kerugian finansial semata. Oleh karena itu, advokat dapat membantu klien dalam menyusun strategi yang tidak hanya berfokus pada aspek hukum, tetapi juga mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari setiap langkah yang diambil.
Sebagai tambahan, advokat dapat berperan sebagai mediator dalam membantu klien mengeksplorasi opsi penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan. Alternatif seperti mediasi atau arbitrase sering kali lebih hemat biaya dan waktu, serta memungkinkan hubungan baik antara pihak-pihak yang bersengketa tetap terjaga. Dengan demikian, advokat tidak hanya bertindak sebagai penasihat hukum tetapi juga sebagai mitra strategis yang membantu klien mencapai solusi yang paling optimal untuk situasi mereka.
Pada akhirnya, keberhasilan dalam sebuah perkara perdata bukan hanya soal menang atau kalah di pengadilan. Keberhasilan sejati tercermin dari kemampuan untuk meminimalkan kerugian, memaksimalkan manfaat ekonomi, dan menjaga hubungan yang konstruktif antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konteks bisnis, keputusan untuk berperkara haruslah didasarkan pada pertimbangan yang cermat, mencakup aspek hukum, ekonomi, dan dampak jangka panjang lainnya.

Mencari solusi yang lebih bijak, seperti melalui mediasi atau arbitrase, tidak hanya dapat menghemat waktu dan biaya tetapi juga membuka peluang untuk menjaga hubungan baik dan menciptakan hasil yang saling menguntungkan. Langkah ini menunjukkan kedewasaan dalam menyelesaikan konflik, menghindari pemborosan sumber daya, dan tetap fokus pada tujuan utama—yaitu keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis. Dengan pendekatan yang matang, perkara perdata dapat diselesaikan dengan cara yang lebih efektif, efisien, dan harmonis.