Sabtu sore di Pelataran Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM), suasana tampak berbeda. Ratusan peserta berkumpul dalam balutan keberagaman, menghadiri Manekawarna Peacetival 2024.
Kegiatan ini menjadi puncak peringatan Hari Toleransi Internasional yang diprakarsai oleh Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa Bertakwa (LKIMB) UNM bersama Aliansi Perdamaian.
Dengan tema “Simpul Persatuan: Selangkah untuk Perdamaian”, acara ini memancarkan semangat moderasi beragama yang relevan dengan tantangan Indonesia sebagai negara majemuk.
Dialog lintas agama menjadi inti dari festival ini. Tokoh lintas agama hadir memberikan perspektif tentang moderasi beragama, termasuk Romo PMy Hemajayo Thio yang mewakili Permabudhi Sulsel.
Dalam pembahasannya, Romo Hemajayo menekankan pentingnya memulai moderasi dari diri sendiri.
“Moderasi tidak bisa dimulai dari orang lain. Itu harus dimulai dari individu yang memiliki niat baik dan konsisten terhadap kebajikan,” katanya penuh keyakinan. Pesannya menggugah banyak peserta yang terlihat antusias berdiskusi.
Pemikiran Romo Hemajayo sejalan dengan pandangan narasumber lain, seperti Drs. KH. Hasid Hasan Palogai, MA dari Majelis Ulama Indonesia Sulsel yang menekankan pentingnya saling mengenal dan membantu dalam keberagaman.

“Secara akidah kita berbeda, tetapi Islam menganjurkan untuk saling kenal dan tolong menolong,” ujar KH Hasid Hasan. Kehangatan dialog ini mencerminkan persatuan yang menjadi tujuan utama acara.
Selain itu, Dr. I Gst Ayu Uik Astuti, M.Si dari PHDI Sulsel, memperkenalkan konsep Tri Hita Karana dalam agama Hindu yang menyerukan keharmonisan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan.
Sementara Pdt. Adrie Massie dari Persekutuan Gereja Indonesia Wilayah Sulsel memuji dialog ini sebagai langkah strategis dalam membangun toleransi. Ia menambahkan bahwa ajaran Kristen juga mengedepankan cinta kasih yang melampaui sekat perbedaan.






Dialog ini tak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga ruang pembelajaran. Peserta yang mayoritas mahasiswa memberikan tanggapan kritis yang memperkaya diskusi.
Mereka menyambut baik gagasan-gagsan yang ditawarkan, termasuk pandangan tentang perlunya individu sebagai aktor utama dalam perdamaian.
Hal ini sejalan dengan pesan yang mewakili Keuskupan Agung Makassar, Darius Allo Tangko, yang berharap acara ini dapat memperkuat nilai keberagaman.
Brigjen Dr. Drs. Adeni Muhan Daeng Pabali, mewakili Rektor UNM dalam sambutannya, mengapresiasi inisiatif mahasiswa sebagai penggerak perdamaian.
“Dialog lintas agama seperti ini adalah wadah terbaik untuk memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa agama hadir untuk membawa perdamaian,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan pentingnya memperluas wawasan keberagaman untuk meminimalkan potensi konflik.
Di penghujung acara, peserta menyampaikan harapan agar Manekawarna Peacetival tetap berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Semangat yang terpancar dari dialog ini menjadi bukti bahwa moderasi beragama bukan sekadar wacana, tetapi langkah nyata menuju persatuan.
Di tengah pelataran Menara Phinisi, pesan Romo PMy Hemajayo bergema: perdamaian harus dimulai dari dalam diri, dari niat yang tulus untuk memahami sesama.