Makassar, 11 November 2025
Dalam upaya memperkuat literasi toleransi dan memperluas ruang dialog lintas iman, Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) UIN Alauddin Makassar menggelar kegiatan Diskusi Lintas Agama bertema “Religious Pluralism and Global Harmony: Membangun Etika Internasional dari Perspektif Agama-agama Dunia”, Selasa (11/11).
Acara yang berlangsung di Cafe Lorong, Jl. Salemba No. 14 ini menghadirkan tiga narasumber dari tiga agama berbeda. Salah satu sorotan utama datang dari pemaparan Wenryadi Wira Prasetia, S.T., Wakil Ketua II dan BPH DPD GEMABUDHI Sulawesi Selatan, yang menyampaikan perspektif Buddhisme mengenai fondasi perdamaian global.
Buddhisme: Perdamaian Dimulai dari Transformasi Batin
Dalam paparannya, Wenry menekankan bahwa ajaran Buddha melihat perdamaian bukan sebagai konsep abstrak, melainkan sebagai proses pembentukan karakter manusia. Ia menjelaskan bahwa inti ajaran perdamaian terletak pada 4 Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yang membimbing manusia keluar dari penderitaan (dukha) melalui moralitas (sīla), keheningan batin (samādhi), dan kebijaksanaan (paññā).
“Konflik muncul karena tiga kotoran batin: ketamakan, kebodohan, dan kebencian. Jika ini tidak ditundukkan, perdamaian hanya akan menjadi slogan,” ujar Wenry di hadapan peserta.
Empat Sifat Luhur sebagai Fondasi Harmoni Sosial
Wenry turut menyoroti konsep Brahmavihara — Metta, Karuna, Mudita, dan Upekkha — sebagai sifat luhur yang apabila dihidupkan dalam diri setiap individu, akan melahirkan sosial yang rukun dan penuh empati.
Dua sifat moral lainnya, yakni Hiri (malu berbuat jahat) dan Otappa (takut akan akibat perbuatan jahat), disebut Wenry sebagai Dhamma Pelindung Dunia, nilai universal yang mampu menahan manusia dari tindakan destruktif.

Keteladanan Buddha dalam Mengelola Konflik
Dalam sesi tersebut, Wenry mengangkat contoh relevan dari sejarah Buddhisme: ketika Buddha Gotama berhasil meredakan potensi peperangan antara Suku Sakya dan Koliya yang memperebutkan Sungai Rohini. Alih-alih memihak, Buddha menegaskan pentingnya menjaga keutuhan negeri dan mengedepankan dialog damai.
“Dari sini kita belajar bahwa perdamaian bukan sekadar berhenti berperang, tetapi menata ulang cara berpikir dan cara merespons perbedaan,” ungkapnya.
HIMAHI: Ruang Belajar Toleransi untuk Generasi Masa Depan
Ketua Panitia HIMAHI UINAM mengungkapkan bahwa kegiatan ini menjadi wadah penting bagi mahasiswa untuk melihat langsung bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat mendukung harmoni global.
“Kami ingin menunjukkan bahwa keberagaman bukan ancaman. Dialog seperti inilah yang mempersatukan,” pungkasnya.
DPD GEMABUDHI Sulsel menyampaikan apresiasi atas undangan tersebut dan menegaskan komitmennya untuk terus berpartisipasi dalam ruang-ruang dialog perdamaian lintas agama.
Sejalan dengan ajaran Buddha dalam Dhammapada 1, 5, acara ini ditutup dengan pesan yang kembali menggaungkan relevansi perdamaian universal:
“Kebencian tidak akan berakhir oleh kebencian, tetapi oleh cinta kasih. Inilah hukum kekal abadi.”






